MUSUH YANG DIPELIHARA


“Hari dimana musuh yang terus dipelihara, dan kawan dijadikan lawan. Negeri dimana pemilik tanah tak punya hak atas wilayahnya dan mempercayakan sepenuhnya pada para pencuri berwajah penguasa”

Nampak jelas bagi siapapun yang peka melihat fakta saat ini, ketika hukum menjadi alat penutup mulut bagi siapapun yang berbeda pendapat dengan penguasa. Bahkan guru (baca: ulama) mereka sendiri akan mereka bungkam jika itu bertentangan dengan aturan baku buatan mereka sendiri. Bagaimana jika rakyat biasa yang mengingatkan penguasa dzalim? Jelas akan mereka habisi.

Keadilan bagi rakyat menjadi pepesan kosong tak berarti. Para tersangka bebas melakukan tindakan kriminalnya. Salah satu tersangka yang menggusur tanah rakyatnya, pelopor kasus reklamasi, korupsi lahan RS Sumber Waras, ditambah hati masyarakat yang terus diinjak, lalu dengan lugunya sang tersangka meminta maaf. Seolah kebal hukum, sang tersangka dibarkan berkeliaran.

Jatuh di lubang yang sama sepertinya menjadi hobby bagi negeri ini. Seolah lubang yang besar tak terlihat oleh mata yang tidak buta atau sengaja menutup mata?. Pergantian rezim terus dilakukan, tak ada perkembangan yang terjadi justru ketimpangan. Tak terhitung lagi kerusakan pada setiap masa. Penolakan pemimpin yang tidak seiman menjadi alasan memilih pemimpin yang seiman. Padahal wataknya sama saja, karena pengusa menggunakan mobil yang sama, mobil yang rusak dan bobrok.


Andai masyarakat sedikit saja untuk peka dan membuka mata. Kemunculan para pemimpin yang kafir bukan karena mereka dicalonkan semata, tapi “sistem” lah yang membolehkan mereka mencalonkan diri. Walaupun hari ini mereka tak terpilih, esok akan muncul yang lainnnya, karna apa? Karna mereka punya hak.

Apakah kemudian harus memilih calon yang lainnya yang satu keyakinan? Sebaik apapun mereka, mobil yang bobrok tetaplah rusak. Andaikan mereka para penghafal wahyu, memiliki akhlak yang baik, suka bersedekah dll. Apakah lantas mereka akan menerapkan seluruh perintah Tuhannya? Jawabannya jelas tidak. Karena hukum Tuhan tak setinggi hukum konstitusi dimata mereka.

Karena landasan yang mereka gunakan ialah “Pemisahan Agama dari Kehidupan” atau sekulerisme. Lahirlah dari rahim sekulerisme, sistem pemerintahan Demokrasi, kemudian sistem perekonomian Kapitalisme, terciptanya kehidupan yang hedonis dan pragmatis, serta kepercayaan yang sinkretis. Anda boleh berbicara agama tapi ditempat ibadah saja. Karena kedaulatan hukum bagi demokrasi adalah ditangan rakyat bukan ditangan Tuhan.

Akibatnya akan sama siapapun rezimnya, akan menjadi penguasa boneka yang tak memiliki kekuasaan dan menindas rakyatnya. Berkedok pembela negara padahal menjual aset negara. Mereka yang dulu lantang meneriakkan “Reformasi!” sekarang bermuka manis kepada para kapitalis. Mereka yang dulu “pejuang pemberantasan korupsi!” ketika sudah menjadi pejabat berdasi, ramai-ramai mengantongi uang rakyatnya sendiri.

Maka siapapun yang kau pilih, sejatinya mereka mempunyai watak yang sama, tak akan membela rakyatnya sendiri namun mematuhi kepentingan korporasi karena mereka dibentuk secara sistemik.
Maka kita mengingatkan para penguasa bukan untuk menciptakan penguasa lainnya yang sama, yang dibentuk oleh musuh yang dipelihara yaitu ide Demokrasi-Kapitalisme. Tetapi membebaskan mereka dari keterpeliharaan mereka dari ide yang mengikat mereka. Ide yang bertujuan hanya pada kenikmatan dunia (harta, kekuasaan, dll) sedangkan segala kenikmatan tersebut akan hilang dengan kematian.

Lalu menggantinya dengan aturan (Syariat Islam) Sang pencipta yang mengetahui segala kelemahan dan kekurangan manusia. Sebuah aturan yang menyelamatkan para mukallaf (manusia yang dibebani hukum) dari ajakan hawa nafsu karena orientasi penerapan hukum syara semata-mata untuk mencari kehidupan akhirat yang kekal abadi, mencari keridhaan Allah SWT. Sehingga terciptalah kehidupan yang bertujuan untuk memelihara ad-dharuriyat, seperti (untuk menjaga) agama, jiwa, keturunan, harta dan akal dan memelihara aspek al-hajiyat yang bisa menghilangkan kesulitan dan kesusahan, serta memelihara at-tashnihat berupa adat istiadat yang baik dan akhlak yang mulia.
Dengan menetapkan hukum syara, Allah SWT tidak bertujuan untuk memelihara kebebasan itu sendiri, sebagaimana yang dimiliki konsep Barat (Sekulerisme-Liberalisme), melainkan mewujudkan kemashlahatan manusia di dunia dan di akhirat.

Oleh: Naufal Ardiansyah
Aktivis GEMA Pembebasan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sumber:
1.Legislasi Hukum Islam VS Legislasi Hukum Sekuler. Dr Muhammad Ahmad Mufthi-Dr Sami Shalih al-Wakil.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berharap Menjadi Ikhwan yang Ia Rindukan

Generasi Wacana

Bagaimana Cara Menghancurkan Islam